Kamis, 04 Februari 2010

Kajian Resiliensi; Suatu Pendekatan Ekosistem

Kajian Resiliensi; Suatu Pendekatan Ekosistem  
(By: Masudin Sangaji)



Perspektif mengenai resiliensi pertama kali muncul dari ilmu ekologi pada dekade 60-an dan 70-an dari studi interaksi populasi seperti antara mangsa dan pemangsa dan respon fungsional dalam kaitan dengan teori stabilitas ekologi. Holling (1973) dalam tulisannya mengenai resiliensi dan stabilitas mengilustrasikan adanya beberapa domain stabilitas (multiple stability domains atau multiple basins of attraction) dalam sistem alam, serta domain tersebut berhubungan dengan proses ekologi, kejadian acak (misalnya gangguan), dan heterogenitas berdasarkan skala temporal dan spasial. Holling memperkenalkan resiliensi sebagai kapasitas untuk bertahan dalam sebuah domain pada saat menghadapi perubahan, dan mengajukan teori bahwa resiliensi menentukan persistensi hubungan dalam sebuah sistem dan merupakan ukuran kemampuan sistem tersebut untuk menyerap perubahan keadaan, mengarahkan, dan mempertahankan keadaan variabelnya.

Perspektif ini mulai berkembang awal dekade 90-an melalui penelitian mengenai studi interdisiplin biodiversitas, sistem kompleks, rejim hak kepemilikan, interaksi lintas level dan permasalahan kesesuaian antara ekosistem dan institusi, serta dalam hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan sistem sosio-ekonomi. Holling menuliskan bahwa dalam upaya menjembatani penelitiannya ke tingkat ekosistem melalui kombinasi persamaan predasi dengan berbagai proses yang berhubungan dalam sebuah model populasi, ditemukan adanya keadaan multi-stabil,  bentuk non linier dari respon fungsional dan respon reproduksi yang saling berinteraksi membentuk dua keadaan stabil. Keadaan multi-stabil ini merupakan kenyataan yang tidak dapat dihindari yang memiliki konsekuensi besar terhadap teori dan praktek yang ada. Pemahaman bahwa kondisi ekuilibrium tunggal dan stabilitas global yang digunakan selama ini telah menyebabkan fokus ilmu ekologi berfokus pada tingkah laku yang mendekati ekuilibrium dan pada carrying capacity tetap, yang bertujuan   untuk   meminimalkan   variabilitas.  Kondisi   multi-stabil   mengharuskan perhatian pada variabilitas tinggi yang merupakan atribut untuk menjamin keberadaan dan pembelajaran (existence and learning), dimana kejutan dan ketidakpastian yang inheren di dalamnya merupakan konsekuensi yang tak terhindarkan dalam sistem ekologis.

Selanjutnya, hasil-hasil penelitian mengenai pengelolaan adaptif sumberdaya dan lingkungan pada ekosistem regional dimana aspek sosial dan teori ekologi digunakan bersama untuk menganalisis bagaimana ekosistem terbentuk dan bertingkah laku, serta bagaimana institusi dan masyarakat yang berasosiasi dengannya diorganisir dan bertingkah laku yang menekankan pentingnya “belajar mengelola perubahan” daripada sekedar “bereaksi terhadap perubahan”.  

Perspektif tersebut dalam hubungannya dengan teori resiliensi berlawanan dengan pemahaman yang berpusat pada ekuilibrium, strategi command and control yang diarahkan untuk mengontrol variabilitas dari sumberdaya tertentu sebagai perspektif yang mendominasi pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan kontemporer. Strategi seperti ini cenderung menyelesaikan permasalahan dalam jangka pendek, misalnya penurunan hasil panen, keberhasilan mengontrol satu variabel yang seringkali berfluktuasi yang menyebabkan perubahan variabel-variable pada skala temporal dan spasial, misalnya dinamika nutrien dan makanan.  Pengelolaan seperti ini menyebabkan praktek budidaya pertanian dan perikanan yang ada dijadikan homogen secara spasial yang rentan terhadap gangguan yang sebelumnya masih mampu diserap (Holling et al., 1998).

Perspektif di atas pada awalnya banyak ditentang oleh ilmuwan ekologi, karena lebih mudah mendemonstrasikan pergeseran (shift) antara berbagai keadaan dalam model dibandingkan pada dunia nyata (Holling, 1973; May, 1977), dinamika non linier dan perubahan equilibrium (domains of attraction) jarang ditemukan dalam kasus-kasus ekologis. Dalam kajian terhadap wilayah pesisir, konsep resiliensi dipandang sebagai sebuah konsep yang mengedepankan pendekatan respon ekosistem dalam mengkaji dinamika yang terjadi dan strategi adaptasi pengelolaan ekosistem guna mengembalikan/memulihkan ekosistem pada kondisi awal serta menyediakan umpan balik. Konsep seperti ini merupakan alternatif bagi pengelolaan wilayah pesisir terpadu.  

Daftar Pustaka :
Holling et al., 1998. Holling C.S., et al., 1998. Science, Sustainability, and Resource Management. In: Berkes, F., Folke, C. (Eds.), Linking Social and Ecological Systems: Management Practices and Social Mechanisms for Building Resilience. Cambridge University Press, Cambridge,UK, pp. 342–362.
Holling, 1973. Holling CS. 1973.  Resilience and Stability of Ecological Systems. Annual Review of Ecology and Systematics 4, 1–23.
May, 1977. Thresholds and breakpoints in ecosystems with a multiplicity of stable states. Nature 269, 471–477.